Awalnya,
buku yang ditulis oleh Lukman Hakim ini merupakan hasil karya ilmiah S3
dengan judul “Eksistensi Komisi-Komisi Negara Dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia” untuk meraih gelar doktor pada PDIH Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya, Malang. Lukman memamaparkan dengan jelas
mengenai keberadaan komisi-komisi negara yang saat ini tengah hangat
diperbincangkan di Indonesia.
Perkembangan
lembaga-lembaga baru selain lembaga-lembaga negara yang telah eksis
menjadi fenomena menarik dan penting untuk dicermati. Pemerintahan yang
dijalankan berdasarkan ajaran trias politica oleh kekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudikatif dalam perkembangannya berbanding lurus dengan
permasalahan yang muncul dan dihadapi oleh negara. Keberadaan cabang
kekuasaan tersebut justru dipandang tidak mampu berjalan efektif dalam
menyelesaikan permasalahan ketatanegaraan. Oleh karena itu, berkembang
dan dibentuk badan atau lembaga yang bersifat ad hoc dan mandiri.
Masalah penataan kelembagaan negara tersebut melalui komisi-komisi negara sebagai lembaga negara pembantu (state auxiliary agencies), dapat pula disebut sebagai self regulatory agencies, independent supervisory bodies atau lembaga yang menjalankan fungsi campuran (mixed function),
yaitu sebagai fungsi kontrol, fungsi regulatif, fungsi administratif
dan fungsi penghukuman. Namun, pembentukan komisi-komisi negara tersebut
belum didasarkan pada konsepsi yang utuh untuk sebuah sistem
ketatanegaraan yang ideal sehingga masih terdapat tumpang tindih
kewenangan.
Kehadiran
komisi-komisi negara merupakan bagian dan desain kelembagaan negara
yang bertumpu pada prinsip pemencaran kekuasaan sebagai sebuah pilihan
yang merupakan reaksi terhadap politik orde baru. Keberadaan
komisi-komisi negara merupakan sebuah permasalahan yang krusial terkait
pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangannya, yaitu strategis tidaknya
sebuah komisi akan sangat ditentukan oleh kuat dan lemahnya kedudukan
komisi tersebut dibandingkan lembaga-lembaga negara yang lain. Di
samping itu, apakah komisi-komisi ini berkedudukan sejajar dengan
lembaga negara lain seperti Presiden, DPR, MPR, MA, MK dan lain-lain,
atau sebatas subordinasi dari lembaga-lembaga negara tersebut.
Dalam
buku ini, Lukman Hakim berusaha untuk memaparkan dengan jelas mengenai
apakah keberadaan komisi-komisi negara dapat dikualifikasikan sebagai
lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia serta
mengenai bagaimana pelembagaan komisi-komisi negara berdasarkan UUD
1945. Sehingga dapat ditemukan kualifikasi lembaga negara dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia sebagai tolok ukur dari penentuan
eksistensi komisi-komisi negara.
Implikasi
hukum atas desain dan kriteria kelembagaan negara berkaitan dengan
penataan sistem hukum nasional, termasuk mengenai pola dan mekanisme
penyelesaian sengketa secara hukum. sedangkan implikasi politik berkait
dengan desain kelembagaan sebagai instrumen demokrasi dan konflik
kekuasaan.
Menurutnya,
pembentukan lembaga-lembaga negara (termasuk komisi negara) harus
mempunyai landasan berpijak yang kuat dan paradigma yang jelas sehingga
keberadaannya membawa kemanfaatan bagi kepentingan publik pada umumnya
dan bagi penataan sistem ketatanegaraan pada khususnya.
Konsolidasi
kelembagaan negara untuk penataan kelembagaan negara yang sesuai dengan
cetak biru UUD 1945 harus segera dilakukan. Lembaga-lembaga negara
sekunder hbersifat ad hoc seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang dibutuhkan karena dorongan kenyataan fungsi lembaga-lembaga yang
ada sebelumnya dianggap tidak maksimal atau tidak dapat diharapkan
efektif melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pada
awalnya, pembentukan komisi-komisi negara tersebut sangat dibutuhkan
oleh Indonesia, namun dalam perkembangannya tidak nampak gerakan yang
dilakukan bahkan program-program kerjanya belum dapat diketahui secara
transparan oleh masyarakat. Oleh karena itu, keberadaan komisi-komisi
negara di Indonesia perlu dikaji ulang, mengingat keberadaannya justru
akan menambah beban anggaran sehingga demi tercapainya efisiensi dan
efektivitas. Pengelompokan dilakukan baik dalam hal substansi pengaturan
maupun dalam pelembagaan yang mengacu pada fungsi kelembagaannya.
Selanjutnya dengan ukuran-ukuran organisasi negara modern berupa
efektif, efisien dan berkeadilan, pengelompokan dapat dilanjutkan dengan
pengelompokan berikutnya (regrouping).
Justru
saat ini bertebarannya komisi-komisi negara menjadi persoalan utama
karena keberadaannya tidak dibentuk berdasarkan desain konstitusional
sebagai payung hukumnya. Keberadaannya berdasarkan pada isu parsial dan
insidentil sebagai jawaban khusus terhadap persoalan yang tengah
dihadapi Negara Indonesia. Terkait banyaknya komisi negara di Indonesia,
maka sangat berpotensi pula menimbulkan dan terjadinya sengketa
kewenangan komisi negara.
Secara
keseluruhan, masalah utama dalam sistem ketatanegaraan republik
Indonesia terletak pada tidak adanya acuan makna di dalam
penyelenggaraan kehidupan bernegara sehingga menjadi tugas utama negara
untuk mengawal makna dalam kehidupan bernegara. Buku yang berjumlah 335
halaman ini menawarkan alternatif mengenai pemaknaan kelembagaan negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.