Sahabat Intrans Publishing,


Karya Kelompok Intrans Publishing
Setara
Intrans
Madani
Beranda
Empat Dua
Selaksa

Kamis, 26 Januari 2012


Calon perseorangan anggota DPD yang akan mendaftarkan diri untuk mengikuti Pemilu harus memenuhi persyaratan yang ditentukan. Pasal 13 UU Nomor 10 Tahun 2008 menentukan bahwa :
1)   untuk dapat menjadi anggota DPD, peserta pemilu dari perseorangan harus memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan :
a.    provinsi dengan penduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus didukung oleh 1.000 (seribu) pemilih
b.    provinsi yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 2.000 9 (dua ribu) pemilih
c.    provinsi yang berpenduduk lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang harus didukung oleh sekurang-kurangnya 3.000 (tiga ribu) pemilih
d.    Provinsi yang berpenduduk lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima belas juta) orang harus didukung sekurang- kurangnya oleh 4.000 (empat ribu) pemilih; atau
e.    Provinsi yang berpenduduk lebih dari 15.000.000 (lima belas juta) orang harus didukung sekurang-kurangnya oleh 5.000 (lima ribu) pemilih
2)   Dukungan yang dimaksud pada ayat (1) tersebar di paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan
3)   Persyaratan           sebagaimana         dimaksud     pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan tanda tangan atau cap jempol dan foto kopi kartu tanda penduduk pendukung.
4)   Seorang pendukung tidak diperbolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari satu calon anggota DPD.
5)   Dukungan yang diberikan kepada lebih dari satu calon anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan batal.
6)   Jadwal waktu pendaftaran peserta pemilu calon anggota DPD ditetapkan oleh KPU.
Di samping ketentuan dukungan calon yang harus dipenuhi oleh calon anggota DPD sebagaimana dipaparkan diatas, maka Calon anggota DPD harus memenuhi syarat sebagai anggota DPD, baik persyaratan umum yang juga berlaku bagi anggota DPR dan DPRD.
Adapun persyaratan khusus terkait calon anggota DPD seperti berdomisili di propinsi yang bersangkutan sekurang- kurangnya 3 tahun secara berturut-turut yang dihitung sampai dengan tanggal pengajuan calon atau pernah berdomisili 10 tahun sejak berusia 17 tahun, tidak menjadi pengurus partai politik sekurang-kurangnya 4 tahun yang dihitung sampai sampai dengan tanggal pengajuan, dan khusus calon dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ditambah keharusan mengundurkan diri sebagai PNS, TNI atau Polri.
Sementara dalam UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD menyebutkan bahwa persyaratan domisili dan kepengurusan partai politik tidak berlaku lagi. Artinya kedua ketentuan itu dihilangkan sebagai persyaratan bagi calon anggota DPD. Dengan dihapuskannya ketentuan tersebut, maka siapapun warga negara dan dimanapun dia berada boleh mencalonkan diri menjadi calon anggota DPD untuk daerah pemilihan manapun di Indonesia asalkan memenuhi syarat- syarat yang ditentukan.
Dihapuskannya persyaratan domisili dan kepengurusan partai politik untuk menjadi calon anggota DPD hasil Pemilu 2004 sebagai upaya DPR untuk membebaskan anggota DPR untuk mendominasi keanggotaan DPD. Kalau dominasi partai politik terjadi dalam DPD, maka sistem checks and balances antara DPR dan DPD tidak akan berjalan sama sekali. Semangat untuk membangun DPD sebagai refresentasi kepentingan daerah tidak akan terwujud apabila DPD dikuasi partai politik. Oleh karena itu DPD sebagai institusi maupun perorangan dengan didukung oleh berbagai LSM dan akademisi mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Problematika Kelembagaan DPD
Dewan Perwakilan Daerah sebagai Lembaga Negara oleh UUD 1945 digariskan memiliki kewenangan sebagai berikut: (1) Dapat mengajukan Ke DPR RUU yang terkait dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya dan perimbangan keuangan pusat dan daerah (Pasal 22D ayat 1); (2) Ikut membahas RUU yang terkait dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya dan perimbangan keuangan pusat dan daerah (Pasal 22D ayat 2); (3) Memberi pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang terkait dengan pajak, pendidikan dan agama (Pasal 22 ayat 2); (4) Melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU yang terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya dan perimbangan keuangan pusat dan daerah serta menyampaikan hasil pengawasan kepada DPR; (5) Menerima hasil pemeriksaan keuangan dari BPK (Pasal 23E ayat 2); (6) Memberikan pertimbangan kepada DPR mengenai pemilihan anggota BPK (Pasal 23F ayat 1)
Desain Kewenangan DPD yang tercantum dalam UUD 1945 Pasca Amandemen sebagaimana disebutkan diatas menimbulkan kritik dari berbagai kalangan.
Kritik yang pertama terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh DPD. Kewenangan DPD tidak cukup signifikan dilihat dari gagasan pembentukannya dan DPD memang didesain lebih rendah dari DPR bahkan dikatakan sebagai embel-embel DPR.

HALAMAN SELANJUTNYA... 01, 02, 03, 04, 05

Related Post