Sahabat Intrans Publishing,


Karya Kelompok Intrans Publishing
Setara
Intrans
Madani
Beranda
Empat Dua
Selaksa

Senin, 30 Januari 2012

HALAMAN 05


Catatan Kritis terhadap Pengaturan Dana Kampanye
Aturan mengenai sumber dan batasan sumbangan dana kampanye dalam UU No. 10 Tahun 2008 mengandung dua kelemahan yang cukup mendasar. Pertama, berbeda dengan sumbangan dari pihak eksternal yang diatur batasan jumlah maksimalnya, sumbangan dari partai atau kandidat tidak dibatasi sama sekali. Ketiadaan batasan sumbangan pihak internal menyebabkan kandidat dan parpol menjadi pundi uang tidak terkontrol. Hal ini mengesampingkan prinsip equal opportunity dalam pemilu dan cenderung menguntungkan kandidat yang kaya-raya atau partai-partai yang memiliki dana besar. Selain itu, dalam konteks pelembagaan partai, ketiadaan pengaturan sumbangan internal ini memberikan keleluasaan bagi bertahannya oligarki di internal partai. UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik juga tidak mengatur sumbangan dana kampanye dari internal partai. Kedua, batasan sumbangan untuk pihak ekternal perseorangan mencapai Rp 1 miliar atau naik lima kali lipat dari batasan sumbangan pada Pemilu 2004. Tingginya batas sumbangan ini bisa memicu kooptasi terhadap partai.
Selain mengatur jumlah maksimal sumbangan yang dapat diterima, UU ini juga mengatur mengenai sumber dana kampanye yang dilarang. Peserta pemilu dilarang menerima sumbangan yang berasal dari: pihak asing; penyumbang yang tidak jelas identitasnya; pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah; atau pemerintah desa dan badan usaha milik desa. Jika menerima sumbangan yang dilarang dalam UU Pemilu, peserta pemilu tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU serta menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 hari setelah masa kampanye berakhir.
Dibandingkan UU Pemilu 2003, hampir tidak ada perubahan mengenai sumber sumbangan yang dilarang, kecuali ada penambahan mengenai pemerintah desa dan badan usaha milik desa. Ini barangkali termasuk untuk mencegah mengalirnya dana-dana yang disalurkan hingga ke tingkat desa kepada partai- partai atau kandidat. Dari segi pelaporan atas dana yang diterima juga tetap dua minggu atau 14 hari. Peserta pemilu yang terbukti menerima sumbangan dan/atau bantuan yang dilarang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 bulan dan paling lama 36 bulan dan denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Di luar pembatasan penerimaan dan pengeluaran kampanye, partai politik atau kandidat peserta pemilu harus mempertanggungjawabkan dana kampanye yang mereka kelola secara terbuka. Tanpa hal tersebut, batasan-batasan yang dibuat akan menjadi sia-sia, karena pelanggaran demi pelanggaran akan terjadi tanpa ada konsekuensi yang harus dihadapi peserta pemilu.
UU No. 10 Tahun 2008 mengancam partai politik peserta pemilu pada setiap tingkatan atau calon anggota DPD yang tidak menyampaikan laporan awal dana kampanye kepada KPU/KPUD sampai batas waktu yang ditentukan dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai peserta pemilu pada wilayah yang bersangkutan. Sedangkan partai politik peserta pemilu pada setiap tingkatan atau calon anggota DPD yang tidak menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU sampai batas waktu yang ditentukan dikenai sanksi berupa tidak ditetapkannya calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD menjadi calon terpilih.
Ada beberapa hal positif menyangkut pertanggungjawaban dana kampanye dalam UU No. 10 Tahun 2008. Pertama, dana kampanye pemilu berupa uang ditempatkan pada rekening khusus dana kampanye parpol peserta pemilu atau calon anggota DPD yang bersangkutan pada bank. Dana kampanye pemilu dicatat dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus yang terpisah dari pembukuan keuangan partai politik, yang dimulai sejak 3 hari setelah parpol ditetapkan sebagai peserta pemilu dan ditutup 1 minggu sebelum penyampaian laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU. Parpol peserta pemilu sesuai dengan tingkatannya dan calon anggota DPR memberikan laporan awal dana kampanye Pemilu dan rekening khusus dana kampanye kepada KPU/KPUD paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan kampanye dalam bentuk rapat umum. Laporan dana kampanye parpol peserta pemilu dan calon anggota DPD yang meliputi penerimaan dan pengeluaran disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 hari sesudah hari/tanggal pemungutan suara.
Kedua, peserta pemilu juga harus mencatatkan dua sisi, baik penerimaan maupun pengeluaran. Ini diperlukan untuk mengontrolkewajarandanayangdilaporkan,terutamakomparasi dana kampanye yang dibelanjakan dengan dana yang diterima partai. Rincian pengeluaran harus dihitung sesuai harga pasar. Ketiga, semua bentuk dana kampanye harus dicatat, dilaporkan, dan diaudit. Dana kampanye pemilu yang berupa barang atau jasa juga harus dicatat berdasarkan harga pasar yang wajar berlaku saat sumbangan tersebut diterima.
Meskipun demikian, UU Pemilu ini masih belum mampu membuat pengaturan yang memungkinkan dicegahnya berbagai permasalahan dana kampanye dalam pemilu-pemilu sebelumnya. Partai politik dan KPU tidak siap membuat pembukuan dan standar pembukuan. Hal ini menyulitkan partai, karena aturan terkait pencatatan, pelaporan dan audit dana kampanye oleh KPU sangat terlambat. Banyak transaksi kampanye juga luput dari pencatatan, terutama mengingat panjangnya masa kampanye, yaitu 9 bulan. Sementara itu, akuntan publik diperkirakan akan mengalami kesulitan untuk melakukan audit. Kantor akuntan publik menyampaikan hasil audit kepada KPU/KPUD paling lama 30 hari sejak diterimanya laporan. KPU/KPUD memberitahukan hasil audit dana kampanye paling lama 7 hari setelah KPU/ KPUD menerima hasil audit dari kantor akuntan publik dan mengumumkan hasilnya kepada publik paling lambat 10 hari setelah diterimanya laporan hasil pemeriksaan. Pencatatan parpol buruk dan pedoman audit yang tidak siap tepat waktu akan menyebabkan dana kampanye (hampir pasti) tidak dapat diaudit. Selain itu, yang bisa jadi akan menjadi masalah yang paling serius, ketidaksesuaian antara model pertanggungjawaban dana kampanye dengan sistem pemilu yang berlaku. Bagaimanapun, pengaturan dana kampanye seharusnya terkait dengan sistem politik dan sistem pemilu.

HALAMAN SELANJUTNYA.... 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07, 08

Related Post