Catatan Kritis terhadap Pengaturan Dana
Kampanye
Aturan
mengenai sumber dan batasan sumbangan dana kampanye dalam UU No. 10 Tahun 2008
mengandung dua kelemahan
yang cukup mendasar. Pertama, berbeda dengan sumbangan dari pihak
eksternal yang diatur batasan jumlah maksimalnya,
sumbangan dari partai atau kandidat tidak dibatasi
sama sekali. Ketiadaan batasan sumbangan pihak internal menyebabkan kandidat
dan parpol menjadi pundi uang
tidak terkontrol. Hal ini mengesampingkan prinsip equal opportunity dalam pemilu dan cenderung menguntungkan kandidat yang kaya-raya atau partai-partai
yang memiliki dana besar. Selain itu, dalam konteks pelembagaan partai,
ketiadaan pengaturan sumbangan
internal ini memberikan keleluasaan bagi bertahannya oligarki di internal
partai. UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik juga tidak mengatur
sumbangan dana kampanye dari internal
partai. Kedua, batasan sumbangan untuk pihak ekternal perseorangan
mencapai Rp 1 miliar atau naik lima kali lipat dari batasan sumbangan pada
Pemilu 2004. Tingginya batas sumbangan ini bisa memicu kooptasi terhadap partai.
Selain
mengatur jumlah maksimal sumbangan yang dapat diterima, UU ini juga mengatur mengenai sumber dana
kampanye yang dilarang. Peserta
pemilu dilarang menerima sumbangan yang berasal dari: pihak asing; penyumbang
yang tidak jelas identitasnya;
pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah; atau pemerintah
desa dan badan usaha milik desa. Jika menerima sumbangan yang dilarang dalam UU
Pemilu, peserta pemilu tidak dibenarkan menggunakan
dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU serta menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas
negara paling lambat 14 hari setelah masa kampanye berakhir.
Dibandingkan UU Pemilu
2003, hampir tidak ada perubahan mengenai
sumber sumbangan yang dilarang, kecuali ada penambahan mengenai pemerintah desa dan badan usaha milik desa. Ini barangkali termasuk untuk mencegah
mengalirnya dana-dana yang disalurkan
hingga ke tingkat desa kepada partai- partai atau kandidat. Dari segi pelaporan
atas dana yang diterima juga tetap dua minggu atau 14 hari. Peserta pemilu yang
terbukti menerima sumbangan dan/atau
bantuan yang dilarang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 bulan
dan paling lama 36 bulan dan denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp
36.000.000,00 (tiga puluh enam
juta rupiah).
Di luar
pembatasan penerimaan dan pengeluaran kampanye,
partai politik atau kandidat peserta pemilu harus mempertanggungjawabkan dana kampanye yang
mereka kelola secara
terbuka. Tanpa hal tersebut, batasan-batasan yang dibuat akan menjadi sia-sia, karena pelanggaran demi
pelanggaran akan terjadi tanpa ada
konsekuensi yang harus dihadapi peserta pemilu.
UU No. 10 Tahun 2008
mengancam partai politik peserta pemilu
pada setiap tingkatan atau calon anggota DPD yang tidak menyampaikan laporan awal dana kampanye
kepada KPU/KPUD sampai batas waktu
yang ditentukan dikenai sanksi
berupa pembatalan sebagai peserta pemilu pada wilayah yang bersangkutan. Sedangkan partai politik
peserta pemilu pada
setiap tingkatan atau calon anggota DPD yang tidak menyampaikan laporan
penerimaan dan pengeluaran dana kampanye
kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU sampai batas waktu yang ditentukan dikenai sanksi
berupa tidak ditetapkannya calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota, dan DPD menjadi calon terpilih.
Ada
beberapa hal positif menyangkut pertanggungjawaban dana kampanye dalam UU No. 10 Tahun 2008.
Pertama, dana kampanye
pemilu berupa uang ditempatkan pada rekening khusus dana kampanye parpol peserta pemilu atau calon
anggota DPD yang bersangkutan pada
bank. Dana kampanye pemilu dicatat
dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus yang terpisah dari pembukuan keuangan partai
politik, yang dimulai
sejak 3 hari setelah parpol ditetapkan sebagai peserta pemilu dan ditutup 1 minggu sebelum
penyampaian laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU. Parpol
peserta pemilu sesuai dengan
tingkatannya dan calon anggota DPR memberikan laporan awal dana kampanye Pemilu dan rekening khusus dana
kampanye kepada KPU/KPUD
paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum
hari pertama jadwal pelaksanaan kampanye dalam bentuk rapat umum. Laporan dana
kampanye parpol peserta pemilu
dan calon anggota DPD yang meliputi penerimaan dan pengeluaran disampaikan
kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk
oleh KPU paling lama 15 hari sesudah hari/tanggal pemungutan suara.
Kedua, peserta pemilu juga harus mencatatkan dua
sisi, baik penerimaan maupun pengeluaran. Ini diperlukan untuk mengontrolkewajarandanayangdilaporkan,terutamakomparasi
dana kampanye yang dibelanjakan dengan dana yang diterima partai. Rincian
pengeluaran harus dihitung sesuai harga pasar. Ketiga, semua bentuk dana kampanye harus dicatat,
dilaporkan, dan diaudit. Dana kampanye
pemilu yang berupa barang atau jasa
juga harus dicatat berdasarkan harga pasar yang wajar berlaku saat sumbangan tersebut diterima.
Meskipun
demikian, UU Pemilu ini masih belum mampu membuat
pengaturan yang memungkinkan dicegahnya berbagai permasalahan dana kampanye dalam pemilu-pemilu sebelumnya.
Partai politik dan KPU
tidak siap membuat pembukuan dan standar
pembukuan. Hal ini menyulitkan partai, karena aturan terkait pencatatan, pelaporan dan audit dana
kampanye oleh KPU sangat
terlambat. Banyak transaksi kampanye juga luput dari pencatatan, terutama mengingat panjangnya
masa kampanye, yaitu 9
bulan. Sementara itu, akuntan publik diperkirakan akan mengalami kesulitan untuk melakukan audit.
Kantor akuntan publik menyampaikan hasil
audit kepada KPU/KPUD paling lama 30 hari
sejak diterimanya laporan. KPU/KPUD memberitahukan hasil audit dana kampanye paling lama 7 hari
setelah KPU/ KPUD menerima hasil audit dari kantor akuntan publik dan
mengumumkan hasilnya kepada publik paling lambat 10 hari setelah diterimanya laporan hasil pemeriksaan.
Pencatatan parpol buruk dan pedoman
audit yang tidak siap tepat waktu akan menyebabkan dana kampanye (hampir pasti)
tidak dapat diaudit. Selain itu, yang
bisa jadi akan menjadi masalah yang paling serius, ketidaksesuaian antara model pertanggungjawaban dana kampanye
dengan sistem pemilu yang berlaku. Bagaimanapun, pengaturan dana kampanye seharusnya terkait dengan sistem politik dan sistem pemilu.
HALAMAN SELANJUTNYA.... 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07, 08