Sahabat Intrans Publishing,


Karya Kelompok Intrans Publishing
Setara
Intrans
Madani
Beranda
Empat Dua
Selaksa

Senin, 30 Januari 2012

HALAMAN 04


Ketentuan Dana Kampanye
Dalam Pasal 34 Undang-undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik disebutkan bahwa sumber keuangan partai dapat berasal dari anggota partai, pihak luar (individual maupun badan hukum), serta APBN/APBD. Sumbangan anggota tidak diatur berapa batasannya dan di sinilah dana siluman bisa masuk ke kas Parpol. Kemudian dalam Pasal 35 disebutkan bahwa sumbangan perorangan luar partai bisa sampai Rp 1 Miliar, sedangkan perusahaan bisa sampai Rp 4 Miliar. Yang tidak jelas dalam UU Parpol ini adalah laporan keuangan partai politik yang diserahkan kepada AD/ART Parpol, dimana tidak ada laporan keuangan kepada publik. Selain itu, Parpol peserta Pemilu juga mempunyai hak untuk menggaet dana kampanye dari sumbangan yang berasal dari partai, calon anggota DPR/ DPRD dan pihak lain (perorangan luar partai dan badan hukum) yang jumlahnya tidak kecil, yaitu Rp 1 Miliar untuk perorangan luar partai dan Rp 5 Miliar untuk badan hukum/perusahaan. Sementara sumbangan yang berasal dari partai sendiri serta calon anggota DPR/DPRD tak ada batasanya, dan di sini lagi-lagi dana siluman bisa masuk ke dana kampanye.
Hal ini karena laporan keuangannya juga tidak jelas, walaupun ada ketentuan harus disampaikan kepada KPU dan harus diaudit. Pelacakan di KPU membuktikan bahwa lembaga ini tak berdaya melihat non-compliance dari partai politik dalam soal keuangan. Jika demikian, maka praktik money politics yang terjadi saat ini akan menjadi sumber korupsi di masa depan. Karena semua sumbangan politik yang diberikan dari pihak lain tersebut bukanlah donasi gratis, melainkan harus dibayar dalam berbagai bentuk di kemudian hari. Sehingga, bisa jadi utang partai politik dan anggota DPR/DPRD yang terpilih nanti bukan lagi kepada konstituen saja, tetapi juga kepada pemberi sumbangan (special interest groups) yang memang piawai melakukan lobi, seperti yang kita saksikan di negara maju, seperti Amerika dan Jepang. Pada titik inilah, menurut Todung Mulya Lubis, kedaulatan pemilih telah terpangkas oleh korupsi politik yang dilakukan para kontestan Pemilu.
Sedangkan pengaturan dana kampanye terdapat dalam Pasal 129-140 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 129 ayat (2) menyebutkan bahwa sumber dan batasan sumbangan dana kampanye dalam pemilu DPR dan DPRD, yaitu dari partai politik, calon anggota DPR dan DPRD dari partai politik yang bersangkutan, dan sumbangan dari pihak lain yang sah menurut hukum. Sumbangan dari pihak lain juga diperbolehkan untuk dana kampanye pemilu anggota DPD. Untuk sumbangan dari pihak eksternal ini, UU memberikan batasan jumlah maksimal.
Sumbangan dari pihak eksternal untuk kampanye pemilu anggota DPR dan DPRD dibatasi masing-masing maksimal Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk sumbangan dari perseorangan dan Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk sumbangan dari kelompok, perusahaan dan/ atau badan usaha nonpemerintah. Sementara itu, jumlah maksimal sumbangan dana kampanye pemilu anggota DPD dibatasi masing-masing Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk sumbangan dari perseorangan dan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk sumbangan dari kelompok, perusahaan dan/atau badan usaha nonpemerintah (Pasal 131). Selain itu, sumbangan dari pihak luar untuk partai peserta pemilu dan calon anggota DPD harus disertai catatan yang jelas mengenai identitas pemberi sumbangan.
Secara umum sanksi terhadap pelanggaran dana kampanye dalam UU ini relatif lebih berat dibandingkan UU Pemilu sebelumnya. Pemberi atau penerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 24 bulan dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Sementara itu, pemberian keterangan yang tidak benar dalam laporan dana kampanye dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 24 bulan dan denda paling sedikit Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

HALAMAN SELANJUTNYA.... 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07, 08

Related Post