E. Sistem Perwakilan Berimbang (Proporsional)
Secara umum sistem
pemilihan umum dapat dibedakan dalam
dua macam, yaitu sistem pemilihan mekanis dan sistem pemilihan organis. Sistem pemilihan mekanis
mencerminkan pandangan yang bersifat
mekanis yang melihat rakyat sebagai massa
individu-individu yang sama. Sedangkan sistem pemilihan organis menempatkan
rakyat sebagai sejumlah individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai macam
persekutuan hidup berdasarkan geneologis
(rumah tangga, keluarga) fungsi terentu (ekonomi, industri), lapisan-lapisan
sosial (buruh, tani, cendekiawan),
dan lembaga-lembaga sosial (universitas).
Apabila dikaitkan dengan
dengan sistem perwakilan, pemilihan
organis dapat dihubungkan dengan sistem perwakilan fungsional (function representation)
yang biasa dikenal dalam sistem
parlemen dua kamar, seperti di Inggris dan Irlandia. Pemilihan anggota Senat Irlandia dan juga
para Lords yang akan duduk
di House of Lords Inggris, didasarkan atas pandangan yang bersifat organis tersebut. Dalam sistem
pemilihan mekanis, partai-partai politiklah yang mengorganisasikan
pemilih-pemilih dan
memimpin pemilih berdasarkan sistem dua-partai atau pun multi-part`i menurut paham liberalisme dan
sosialisme, ataupun berdasarkan
sistem satu-partai menurut paham komunisme. Tetapi dalam sistem pemilihan
organis, partai-partai politik tidak
perlu dikembangkan, karena pemilihan diselenggarakan dan dipimpin oleh
tiap-tiap persekutuan hidup itu sendiri, yaitu melalui mekanisme yang berlaku dalam lingkungannya
sendiri.
Menurut sistem mekanis,
lembaga perwakilan rakyat merupakan lembaga perwakilan kepentingan umum rakyat seluruhnya. Sedangkan, menurut sistem yang
kedua (organis), lembaga
perwakilan rakyat itu mencerminkan perwakilan kepentingan-kepentingan khusus
persekutuan-persekutuan hidup
itu masing-masing. Dalam bentuknya yang paling ekstrim, sistem yang pertama (mekanis) menghasilkan
parlemen, sedangkan yang kedua
(organis) menghasilkan dewan korporasi (korporatif).
Kedua sistem ini sering dikombinasikan dalam struktur parlemen dua-kamar (bikameral), yaitu di negara-negara yang mengenal sistem parlemen
bikameral.17
Selanjutnya sistem mekanis
sendiri, dalam pelaksanaannya menggunakan
dua cara, yaitu sistem perwakilan distrik/ mayoritas (single member contituencies) dan sistem
perwakilan berimbang
(proportional representation). Gagasan pokok sistem perwakilan berimbang (proportional
representation atau sering
disebut multi-member constituency) ialah bahwa jumlah kursi parlemen yang diperoleh suatu
golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari
masyarakat. Diperlukan
suatu perimbangan, misalnya jumlah pemilih yang sah pada suatu pemilihan umum tercatat ada 1.000 000
(satu juta) orang, dan jumlah kursi di lembaga perwakilan rakyat ditentukan 100
kursi, maka untuk satu orang wakil rakyat dibutuhkan suara 10.000. Negara dibagi dalam beberapa
daerah pemilihan yang besar (yang lebih besar daripada distrik dalam sistem
distrik), dan setiap daerah
pemilihan memilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilihan itu.
Kekuatan suatu partai dalam
masyarakat tercermin dalam jumlah
kursi yang diperolehnya dalam parlemen; artinya, dukungan masyarakat bagi partai itu sesuai atau
"proporsional" dengan
jumlah kursi dalam parlemen. Berbeda dengan sistem distrik, pada sistem perwakilan berimbang
tidak ada kesenjangan antara
dukungan dalam masyarakat dan jumlah kursi dalam parlemen.
Sistem perwakilan berimbang
ini sering dikombinasikan dengan
beberapa prosedur lain, antara lain dengan Sistem Daftar (List System). Pada sistem daftar setiap partai atau
golongan mengajukan satu daftar
calon-calon dan si pemilih memilih salah satu
dari berbagai daftar dan dengan demikian memilih satu partai dengan semua calon yang diajukan oleh
partai itu, untuk berbagai
kursi yang sedang diperebutkan. Sistem perwakilan berimbang dipakai di kebanyakan negara di
dunia antara lain Belanda, Swedia dan Belgia.
Di Indonesia sistem perwakilan
berimbang, dikombinasikan dengan sistem terdaftar, telah dipakai dalam beberapa
pemilihan umum yang pernah diselenggarakan.
Pemilu 2009 kemarin, untuk memilih
anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota dilaksanakan dengan sistem
proporsional terbuka. Sedang pemilu
untuk memilih anggota DPD, dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.
Sistem perwakilan berimbang
mempunyai beberapa aspek positif
:
1. Dianggap demokratis dan representatif, oleh
karena semua aliran yang ada dalam
masyarakat terwakili dalam parlemen, sedangkan jumlah wakil dalam badan itu
sesuai dengan jumlah suara yang
diperolehnya dari masyarakat dalam
masing-masing daerah pemilihan.
2. Dianggap lebih adil karena golongan kecil
sekalipun mempunyai kesempatan untuk
mendudukkan wakilnya dalam
parlemen. Tampaknya kedua hal ini dianggap paling cocok bagi suatu masyarakat
seperti Indonesia yang bersifat sangat heterogen.
3. Wakil rakyat yang dipilih dengan cara ini
diharapkan lebih cenderung
untuk mengutamakan kepentingan nasional dari pada
kepentingan daerahnya.
Sistem perwakilan berimbang
mempunyai beberapa kelemahan:
1. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan menimbulkan kecenderungan kuat di kalangan
anggota partai untuk memisahkan
diri dari partainya dan membentuk partai
baru. Dalam setiap pertikaian antar anggota sesuatu partai, para pelaku kurang terdorong untuk
memper- tahankan keutuhan partai,
karena, jika seorang pelaku serta pendukungnya keluar dari partai dan
mendirikan partai baru, ada peluang
bagi partai baru itu memperoleh beberapa kursi dalam pemilu. Dengan demikian
sistem ini kurang mendorong
partai-partai untuk berintegrasi atau kerjasama,
tetapi sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan
yang ada.
2.
Wakil
yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai daripada kepada daerah
yang memilihnya. Hal ini disebabkan
karena dalam pemilihan semacam ini partai lebih menonjol peranannya daripada
kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai. Di
Indonesia kelemahan ini mungkin dirasakan sebagai hal yang paling mengganjel.
Daftar calon ditetapkan oleh pimpinan partai, sekalipun mungkin dengan sekedar mengkonsultasikan pimpinan partai dari daerah pemilihan
yang bersangkutan. Kadang-kadang calon anggota tidak berasal dari atau tidak dikenal di daerah yang akan diwakilinya sehingga perlu
"kulo nuwun" dulu (menurut
penilaian ketua DPR sendiri). Maka dari itu tidak mengherankan jika ikatan
batin dengan daerah yang telah
memilihnya kurang kuat dan mungkin malahan timbul hubungan ketergantungan pada pimpinan partai, yang telah memasukkan namanya dalam daftar calon.
3. Banyaknya partai yang bersaing menyulitkan
suatu partai untuk meraih mayoritas
(50%+1), yang perlu untuk membentuk
suatu pemerintah. Terpaksa partai yang terbesar kemudian mengusahakan suatu koalisi dengan beberapa partai lain untuk memperoleh mayoritas dalam
parlemen. Koalisi semacam ini sering tidak langgeng, sehingga tidak membina stabilias politik
HALAMAN SELANJUTNYA .... 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07, 08