Sahabat Intrans Publishing,


Karya Kelompok Intrans Publishing
Setara
Intrans
Madani
Beranda
Empat Dua
Selaksa

Kamis, 26 Januari 2012


E.   Sistem Perwakilan Berimbang (Proporsional)
Secara umum sistem pemilihan umum dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu sistem pemilihan mekanis dan sistem pemilihan organis. Sistem pemilihan mekanis mencerminkan pandangan yang bersifat mekanis yang melihat rakyat sebagai massa individu-individu yang sama. Sedangkan sistem pemilihan organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan geneologis (rumah tangga, keluarga) fungsi terentu (ekonomi, industri), lapisan-lapisan sosial (buruh, tani, cendekiawan), dan lembaga-lembaga sosial (universitas).
Apabila dikaitkan dengan dengan sistem perwakilan, pemilihan organis dapat dihubungkan dengan sistem perwakilan fungsional (function representation) yang biasa dikenal dalam sistem parlemen dua kamar, seperti di Inggris dan Irlandia. Pemilihan anggota Senat Irlandia dan juga para Lords yang akan duduk di House of Lords Inggris, didasarkan atas pandangan yang bersifat organis tersebut. Dalam sistem pemilihan mekanis, partai-partai politiklah yang mengorganisasikan pemilih-pemilih dan memimpin pemilih berdasarkan sistem dua-partai atau pun multi-part`i menurut paham liberalisme dan sosialisme, ataupun berdasarkan sistem satu-partai menurut paham komunisme. Tetapi dalam sistem pemilihan organis, partai-partai politik tidak perlu dikembangkan, karena pemilihan diselenggarakan dan dipimpin oleh tiap-tiap persekutuan hidup itu sendiri, yaitu melalui mekanisme yang berlaku dalam lingkungannya sendiri.
Menurut sistem mekanis, lembaga perwakilan rakyat merupakan lembaga perwakilan kepentingan umum rakyat seluruhnya. Sedangkan, menurut sistem yang kedua (organis), lembaga perwakilan rakyat itu mencerminkan perwakilan kepentingan-kepentingan khusus persekutuan-persekutuan hidup itu masing-masing. Dalam bentuknya yang paling ekstrim, sistem yang pertama (mekanis) menghasilkan parlemen, sedangkan yang kedua (organis) menghasilkan dewan korporasi (korporatif). Kedua sistem ini sering dikombinasikan dalam struktur parlemen dua-kamar (bikameral), yaitu di negara-negara yang mengenal sistem parlemen bikameral.17
Selanjutnya sistem mekanis sendiri, dalam pelaksanaannya menggunakan dua cara, yaitu sistem perwakilan distrik/ mayoritas (single member contituencies) dan sistem perwakilan berimbang (proportional representation). Gagasan pokok sistem perwakilan berimbang (proportional representation atau sering disebut multi-member constituency) ialah bahwa jumlah kursi parlemen yang diperoleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat. Diperlukan suatu perimbangan, misalnya jumlah pemilih yang sah pada suatu pemilihan umum tercatat ada 1.000 000 (satu juta) orang, dan jumlah kursi di lembaga perwakilan rakyat ditentukan 100 kursi, maka untuk satu orang wakil rakyat dibutuhkan suara 10.000. Negara dibagi dalam beberapa daerah pemilihan yang besar (yang lebih besar daripada distrik dalam sistem distrik), dan setiap daerah pemilihan memilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilihan itu.
Kekuatan suatu partai dalam masyarakat tercermin dalam jumlah kursi yang diperolehnya dalam parlemen; artinya, dukungan masyarakat bagi partai itu sesuai atau "proporsional" dengan jumlah kursi dalam parlemen. Berbeda dengan sistem distrik, pada sistem perwakilan berimbang tidak ada kesenjangan antara dukungan dalam masyarakat dan jumlah kursi dalam parlemen.
Sistem perwakilan berimbang ini sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain, antara lain dengan Sistem Daftar (List System). Pada sistem daftar setiap partai atau golongan mengajukan satu daftar calon-calon dan si pemilih memilih salah satu dari berbagai daftar dan dengan demikian memilih satu partai dengan semua calon yang diajukan oleh partai itu, untuk berbagai kursi yang sedang diperebutkan. Sistem perwakilan berimbang dipakai di kebanyakan negara di dunia antara lain Belanda, Swedia dan Belgia.
Di Indonesia sistem perwakilan berimbang, dikombinasikan dengan sistem terdaftar, telah dipakai dalam beberapa pemilihan umum yang pernah diselenggarakan. Pemilu 2009 kemarin, untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Sedang pemilu untuk memilih anggota DPD, dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.
Sistem perwakilan berimbang mempunyai beberapa aspek positif :
1.   Dianggap demokratis dan representatif, oleh karena semua aliran yang ada dalam masyarakat terwakili dalam parlemen, sedangkan jumlah wakil dalam badan itu sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam masing-masing daerah pemilihan.
2.   Dianggap lebih adil karena golongan kecil sekalipun mempunyai kesempatan untuk mendudukkan wakilnya dalam parlemen. Tampaknya kedua hal ini dianggap paling cocok bagi suatu masyarakat seperti Indonesia yang bersifat sangat heterogen.
3.   Wakil rakyat yang dipilih dengan cara ini diharapkan lebih cenderung untuk mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan daerahnya.

Sistem perwakilan berimbang mempunyai beberapa kelemahan:
1.   Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan menimbulkan kecenderungan kuat di kalangan anggota partai untuk memisahkan diri dari partainya dan membentuk partai baru. Dalam setiap pertikaian antar anggota sesuatu partai, para pelaku kurang terdorong untuk memper- tahankan keutuhan partai, karena, jika seorang pelaku serta pendukungnya keluar dari partai dan mendirikan partai baru, ada peluang bagi partai baru itu memperoleh beberapa kursi dalam pemilu. Dengan demikian sistem ini kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi atau kerjasama, tetapi sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada.
2.   Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai daripada kepada daerah yang memilihnya. Hal ini disebabkan karena dalam pemilihan semacam ini partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai. Di Indonesia kelemahan ini mungkin dirasakan sebagai hal yang paling mengganjel. Daftar calon ditetapkan oleh pimpinan partai, sekalipun mungkin dengan sekedar mengkonsultasikan pimpinan partai dari daerah pemilihan yang bersangkutan. Kadang-kadang calon anggota tidak berasal dari atau tidak dikenal di daerah yang akan diwakilinya sehingga perlu "kulo nuwun" dulu (menurut penilaian ketua DPR sendiri). Maka dari itu tidak mengherankan jika ikatan batin dengan daerah yang telah memilihnya kurang kuat dan mungkin malahan timbul hubungan ketergantungan pada pimpinan partai, yang telah memasukkan namanya dalam daftar calon.
3.   Banyaknya partai yang bersaing menyulitkan suatu partai untuk meraih mayoritas (50%+1), yang perlu untuk membentuk suatu pemerintah. Terpaksa partai yang terbesar kemudian mengusahakan suatu koalisi dengan beberapa partai lain untuk memperoleh mayoritas dalam parlemen. Koalisi semacam ini sering tidak langgeng, sehingga tidak membina stabilias politik

HALAMAN SELANJUTNYA .... 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07, 08

Related Post