Sahabat Intrans Publishing,


Karya Kelompok Intrans Publishing
Setara
Intrans
Madani
Beranda
Empat Dua
Selaksa

Selasa, 31 Januari 2012

HALAMAN 05


2. Pelanggaran Pidana Pemilu
Pengaturan mengenai Pelanggaran Pidana Pemilu dalam UU 10/2008 tercantum dalam Pasal 252 sampai dengan Pasal 259 sebagai berikut:
·         Pasal 252: "Pelanggaran pidana Pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum". Dengan demikian, ketentuan yang tercantum dalam Pasal 260 sampai dengan Pasal 311 UU 10/2008 (51 pasal) adalah ketentuan Pidana Pemilu yang apabila dilanggar akan dikategorikan sebagai pelanggaran pidana Pemilu.
·         Pasal 253:
1)   Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak menerima laporan dari Bawaslu, Panwaslu provinsi, Panwaslu kabupaten/kota.
2)   Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik kepolisian disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi.
3)   Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah menyampaikan kembaliberkas perkara tersebut kepada penuntut umum.
4)   Penuntut umum melimpahkan berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari sejak menerima berkas perkara.
Ketentuan Pasal 253 UU 10/2008 ini lemuat tenggang waktu yang dibutuhkan dalam proses penyampaian hasil penyidikan kepada penuntut umum (termasuk perbaikannya) hingga pelimpahan berkas perkara ke pengadilan negeri mengenai pelanggaran pidana Pemilu, yaitu secara keseluruhan memakan waktu 14 hari + 3 hari + 3 hari + 5 hari = 25 hari.
·         Pasal 254:
1)   Pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana Pemilu menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
2)   Sidang pemeriksaan perkara pidana Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh hakim khusus.
3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur dengan peraturan Mahkamah Agung.
·         Pasal 255:
1)   Pengadilan negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan perkara.
2)   Dalam hal terhadap putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
3)   Pengadilan negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada pengadilan tinggi paling lama 3 (tiga) hari setelah permohonan banding diterima.
4)   Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima.
5)   Putusan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak ada upaya hukum lain.
Pasal 255 UU 10/2008 ini memuat tenggang waktu yang dibutuhkan untuk proses peradilan perkara pidana Pemilu yang secara keseluruhan (termasuk putusan banding) memakan waktu 7 hari + 3 hari + 3 hari + 7 hari = 20 hari.
·         Pasal 256:
1)   Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 255 ayat (1) dan ayat (4) harus sudah disampaikan kepada penuntut umum paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
2)   Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 255 harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan diterima oleh jaksa.
Pasal 256 UU 10/2008 ini memuat tenggang waktu penerimaan putusan pengadilan oleh penuntut umum dan eksekusinya yang memakan waktu 6 (enam) hari.
·         Pasal 257:
1)   Putusan pengadilan terhadap kasus pelanggaran pidana Pemilu yang menurut Undang-Undang ini dapat mempengaruhi perolehan suara Peserta Pemilu harus selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional.
2)   KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota wajib menindaklanjuti putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3)   Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud padaayat (1) harus sudah diterima KPU,KPU provinsi, atau KPU kabupaten/ kota dan Peserta pemilu pada hari putusan pengadilan tersebut dibacakan.
Pasal 257 UU 10/2008 ini memuat tenggang waktu putusan pengadilan terhadap kasus pelanggaran pidana Pemilu yang mempengaruhi perolehan suara Peserta Pemilu, yaitu 5 (lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional. Jadi, untuk Pemilu Legislatif 2009 yang pemungutan suaranya tanggal 9 April 2009, menurut Pasal 201 ayat (1) UU 10/2008 paling lambat 30 hari setelah tanggal pemungutan suara, yaitu tanggal 9 Mei 2009, KPU sudah harus menetapkan hasil Pemilu secara nasional. Kelemahan Pasal 257 ayat (1) ini adalah tidak menjelaskan pelanggaran pidana Pemilu mana saja yang dikategorikan dapat mempengaruhi hasil perolehan suara Peserta Pemilu, sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda antara Bawaslu/Panwaslu, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta juga Peserta Pemilu.

Dari ketentuan mengenai pelanggaran pidana Pemilu yang tercantum dalam Pasal 252 sampai dengan Pasal 257 UU 10/2008 khususnya yang terkait dengan pelanggaran pidana Pemilu yang mempengaruhi perolehan suara Peserta Pemilu yang potensial dapat menjadi kasus yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi sebagai perkara perselisihan hasil Pemilu dapat dikemukakan catatan sebagai berikut:
a.    Bahwa dibutuhkan waktu untuk proses penyelesaian mulai dari penyidikan, penuntutan, dan peradilan (termasuk banding) sebanyak 25 hari + 20 hari = 45 hari. Apabila penetapan hasil Pemilu secara nasional oleh KPU dilakukan tanggal 9 Mei 2009, maka tanggal 4 Mei 2009 perkara pidana Pemilu yang mempengaruhi perolehan suara sudah harus diputus, yang berarti proses peradilan pidana Pemilu sudah berlangsung 45 hari sebelumnya, yaitu kira-kira mulai tanggal 20 Maret 2009.
b.    Dari kenyataan sebagaimana dikemukakan pada huruf a di atas berarti berbagai pelanggaran pidana Pemilu yang mempengaruhi perolehan suara Peserta Pemilu dalam kurun waktu antara kampanye Pemilu terbuka (16 Maret 2009) hingga tanggal pemungutan suara (9 April 2009) secara teoritis dapat diselesaikan, asalkan aparat penegak hukum Pemilu (Bawaslu/ Panwaslu, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan negeri/ pengadilan tinggi) bekerja secara maksimal dan profesional, meskipun mungkin tidak sepenuhnya dapat diselesaikan karena berbagai faktor.
c.    Tiadanya kejelasan mengenai "apa yang termasuk pelanggaran pidana Pemilu yang mempengaruhi perolehan suara Peserta Pemilu" akan menimbulkan perbedaan tafsir dikalangan aparat penegak hukum Pemilu.
d.   Tidak dapat diselesaikannya berbagai pelanggaran pidana Pemilu, baik yang mempengaruhi hasil Pemilu maupun tidak akan menyebabkan permasalahan berbagai pelanggaran Pemilu dibawa ke forum Mahkamah Konstitusi, suatu hal yang semestinya tidak perlu terjadi.

HALAMAN SELANJUTNYA... 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07, 08, 09

Related Post