Sahabat Intrans Publishing,


Karya Kelompok Intrans Publishing
Setara
Intrans
Madani
Beranda
Empat Dua
Selaksa

Selasa, 31 Januari 2012

HALAMAN 03


Pemilu adalah wujud nyata demokrasi prosedural, meskipun krasi tidak sama dengan pemilihan umum, namun pemilihan umum merupakan salah satu aspek demokrasi yang sangat penting yang juga harus diselenggarakan secara demokratis. Oleh karena itu, lazimnya di negara-negara yang menamakan diri sebaga negara demokrasi mentradisikan Pemilu untuk memilih pejabat-pejabat publik di bidang legislatif dan eksekutif baik di pusat maupun daerah. Demokrasi dan Pemilu yang demokratis saling merupakan "qonditio sine qua non", the one can not exist without the others.
Demokrasi dan proses demokratisasi secara kualitatif- Opini Hakim Konstitusi substansial tidak cukup hanya dengan dipenuhinya atribut-atribut formal demokrasi, seperti adanya lembaga perwakilan, adanya lebih dari satu partai politik yang bersaing dalam pemilu, dan adanya pemilu yang periodik (Fadjar, A. Mukthie, 1997:73). Demokrasi dan proses demokratisasi harus didasarkan pada standard-standar hak asasi manusia (HAM) agar lebih bermakna partisipatoris dan emansipatoris, sebab kalau tidak, demokrasi akan mudah dikooptasi dan diselewengkan (Dias, Clarence, 1993).
  Di  Indonesia,  salah  satu  perubahan  yang  signifikan  sebagai  akibat Perubahan UUD 1945 (1999-2002) adalah bahwa cara pengisian jabatan dalam lembaga legislatif dan eksekutif, baik di tataran nasional, maupun lokal, harus dilakukan dengan cara pemilihan, tidak boleh dengan cara penunjukan, pengangkatan, atau pewarisan, tentunya dengan asumsi akan lebih demokratis, sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yaitu bahwa "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar."
Selain itu, Indonesia telah menganut bentuk pemerintahan republik [vide Pasal 1 ayat (1) UUD 1945] dan pemilihan umum (Pemilu) merupakan pranata terpenting bagi pemenuhan tiga prinsip pokok demokrasi dalam pemerintahan yang berbentuk republik, yaitu kedaulatan rakyat, keabsahan pemerintahan, dan pergantian pemerintahan secara teratur (Fadjar, 2006: 89).
Semua demokrasi modern melaksanakan pemilihan, tetapi tidak semua pemilihan adalah demokratis, karena pemilihan yang demokratis bukan sekedar lambang, tetapi pemilihan yang demokratis  harus  kompetitif,  berkala,  inklurif  (luas),  dan  definitif  yakni menentukan kepemimpinan pemerintahan (Jeane Kirkpatrick, sebagaimana dikutip dalam What is Democracy, 1991).
Ukuran bahwa suatu Pemilu demokratis atau tidak, harus memenuhi tiga syarat (Merloe, 1994), yaitu a) ada tidaknya pengakuan, perlindungan, dan pemupukan HAM; b) terbangunnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemilu yang menghasilkan pemerintahan yang legitimate, dan c) terdapat persaingan yang adil dari para peserta Pemilu.
Melalui Perubahan UUD 1945, Indonesia sebenarnya telah meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang demokratis lewat Konstitusi yang mengamanatkan Pemilu berkala yang demokratis pula, yakni menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil [Pasal 22E ayat (1) UUD 1945] dan diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri [Pasal 22E ayat (5) UUD 1945]. Pemilu yang sebelumnya hanya dikenal sebagai instrumen untuk memilih sebagian anggota DPR dan DPRD (karena yang sebagian lagi diangkat, misalnya Pemilu pada era Orde Baru dan Pemilu 1999), melalui pengkaidahan dalam Pasal 22E UUD 1945 menjadi instrumen untuk memilih seluruh anggota DPR, DPD, dan DPRD, dan bahkan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Hal ini ditunjukkan dengan adanya ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 sebagai berikut:
·         Pasal 6A ayat (1): "Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat";
·         Pasal 18 ayat (3): "Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum";
·         Pasal 19 ayat (1): "Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum";
·         Pasal 22C ayat (1): "Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum";
·         Pasal 22E ayat (2): "Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
Untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada), baik provinsi maupun kabupaten/kota, melalui ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dinyatakan bahwa "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis." Rumusan ini telah menimbulkan permasalahan bahwa Pilkada dapat dilakukan secara langsung (seperti halnya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, disingkat Pilpres) atau secara tidak langsung (oleh DPRD seperti yang dipraktekkan sebelumnya dan yang diatur dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah). Pembentuk undang-undang, melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 32/2004) yang menggantikan UU No. 22 Tahun 1999 rupanya menafsirkan "kepala daerah dipilih secara demokratis" adalah : "dipilih secara langsung oleh rakyat", sehingga pemilihan kepala daerah kemudian dikategorikan juga masuk rezim hukum pemilu, terlebih lagi setelah terbitnya UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (selanjutnya disingkat UU 22/2007).
Sebagai suatu negara demokrasi yang berdasarkan hukum dan sebagai negara hukum yang demokratis, tentunya pemilu yang demokratis juga harus menyediakan mekanisme hukum untuk menyelesaikan kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran pemilu dan perselisihan mengenai hasil pemilu agar pemilu tetap legitimate.

HALAMAN SELANJUTNYA... 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07, 08, 09

Related Post